Oleh: Deaninna (Dea Nuril K.)
Nara
berjalan pelan melewati lorong sekolah. Lorong itu terlihat sepi saat ini
berbeda dengan 2 jam yang lalu. Dimana semua siswa dan orang tuanya berjalan
melewati lorong ini. Acara perpisahan baru saja usai. Semua orang telah pergi
meninggalkan sekolah ini. Hanya Nara dan beberapa orang yang masih ada di
sekolah itu. Ia berjalan pelan nyaris tanpa suara tubuhnya terasa berat dan
sungai di matanya nyaris saja jatuh. Nara memandangi seseorang di ujung lorong
itu. Seseorang yang telah di tolaknya 3 tahun yang lalu, namun selama itu juga
ia mengunggunya, mengaguminya, dan berharap dapat memilikinya.
Sebuah
helaan nafas meluncur dari mulut Nara. “aku harus mengatakannya” bisiknya dalam
hati. Perlahan ia melangkahkan kakinya mendekati sosok bertubuh tinggi dengan
balutan seragam berwarna senada dengan seragam Nara. Kulitnya yang sawo matang
itu terlihat bebeda di mata Nara. Nara mensejajari tubuh itu.
“hai”
sapanya. Nara hanya tersenyum tak mampu berkata apa-apa.
“sepi
ya, berbeda sekali dengan biasanya” ucapnya lagi. Sambil memasukkan tangannya
ke dalam kantong celana. Nara menghela nafas.
“Dit”
Nara hendak membuka percakapan.
“ssstt”
Adit menutup mulut Nara dengan ibu jarinya. Membuat sebuah getaran aneh muncul
dalam hati Nara. Nara tak mengerti maksud Adit. Ia memandangi laki-laki itu,
menatap matanya yang indah berharap mendapat jawaban atas pertanyaan yang tak
terucap itu.
“mulai
sekarang kita lupakan semuanya yah” pintanya. Nara hendak mengelak, tapi Adit
lebih dulu menariknya ke taman belakang. Membuat memori Nara berputar-putar
mengingat kejadian 3 tahun yang lalu.
3
tahun yang lalu...
“Nara,
lihat bunga-bunga bermekaran itu”
“ehem,
ia aku melihatnya”
“cantik
ya, seperti dirimu”
Nara
terdiam, jantungnya berdetak kencang dan semakin kencang. Ia memandangi Adit.
Adit berdiri dan berjalan mengahadap Nara. Dan meraih tangan Nara dalam
genggamannya.
“Nara,
would you be my girlfriend?” perkataan itu terlontar dari mulut Adit. Nara tak
percaya Adit akan mengatakan hal itu. Meski hatinya melonjak senang dan
jantungnya berdetak kencang. Nara tidak bisa begitu saja menerima Adit.
“Nara,
Adit” suara lembut Alice mengagetkan Nara. Sontak Nara menarik tangannya dan
menatap sahabatnya dengan tatapan bersalah. Alice berlari keluar sekolah. Nara
dan Adit mengejarnya dari belakang. Namun, telat langkah Nara dan Adit. Alice
sudah tergeletak dengan berlumuran darah di tengah jalan.
“Alicee”
teriak Nara. Nara berlari meraih kepala Alice dan mendekapnya dalam pelukan.
Hanya kata “maaf” yang mampu terucap dari mulut Nara. Alice memandangi Nara
sejenak dan tidak berkata apa-apa. Lalu pandangannya beralih kearah Adit dengan
terbata ia mengucapkan “Aku menyukaimu Adit”. Perkataan Alice terhenti bersamaan
dengan terhentinya detak jantung yang ada pada tubuhnya. Nara hanya menunduk,
salju putih telah meleleh dan meluncur deras di pipinya.
Sekarang
ditaman itu, Adit mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk bunga yang
berwarna coklat.
“bunga
ini cantik seperti dirimu” Adit mengulangi perkataannya yang dulu.
“Namun,
bunga ini berwarna coklat. Sesuatu yang disukai Alice” Sungai di mata Nara
sudah tidak dapat di bendung lagi. Perlahan-lahan sungai itu turun membasahi
pipinya. Adit mengusap sebagian sungai itu dengan telapak tangannya.
“gantungan
kunci ini untukmu. Untuk mengingat aku dan Alice” Perkataannya terhenti sesaat.
“Besok, aku akan berangkat ke Jakarta. Aku akan melanjutkan sekolah disana”
Nara menatap Adit tak percaya. Air matanya meluncur semakin deras. Adit menarik
tangan Nara dan meletakkan ganungan kunci itu diatas tangan Nara. Perlahan Adit
menarik kembali tangannya dan berjalan meninggalkan Nara. Nara hanya menatap
tak berdaya saat punggung itu berjalan membelakanginya dan menghilang.
^^^.^^^
Nara
menghempaskan tubuhnya diatas kursi kafe yang dikunjunginya. Ia menarik buku
dan penanya, sudah 5 bulan Nara bekerja di Jakarta sebagai penulis skenario
ftv. Nara sedang menulis ide yang ada dalam otaknya ketika seorang pelayan
menabrak kursinya dan menumpahkan minuman ke bukunya. Nara sontak kaget dan
memandangi pelayan itu sambil cemberut. Bukan masalah bukunya yang ia
sayangkan, tapi gantungan kunci yang menggantung di buku itu. Semua pelayan dan
pelanggan kafe itu memandangi Nara, pelayan yang tadi menabrak Nara tidak bisa
berbuat apa-apa selain meminta maaf. Nara meraih gantungan kunci itu dan
mendekapnya. Tiba-tiba seseorang berpakaian rapi menghampirinya, sepertinya ia
pemilik kafe itu. seseorang itu menunduk dan mengucapkan kata maaf. Nara
membeku menatap seseorang itu.
“Adit”
ucapnya.
“Nara”
Adit menatap Nara tak percaya. Untuk sejenak suasana menjadi hening, tidak ada
yang berkata apapun. Para pelayan dan pelanggan kafe terdiam menyaksikan kedua
orang itu.
Adit
melangkah mendekati Nara. “Kau masih menyimpannya” tanya Adit. Nara tersenyum
“ehem, seperti aku selalu mengingatmu didalam hatiku”. Adit menatap mata Nara
lalu mendekap gadis itu dalam pelukannya. Kejadian itu membuat semua orang yang
berada dalam kafe tersebut ikut senang dan bertepuk tangan menyoraki keduanya.
S E L E S A I
Karya : Deaninna (Dea Nuril K.)
Diselesaikan tanggal 16 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar