Halaman

Selasa, 18 Juni 2013

Bunga Berwarna Coklat


Oleh: Deaninna (Dea Nuril K.)

               Nara berjalan pelan melewati lorong sekolah. Lorong itu terlihat sepi saat ini berbeda dengan 2 jam yang lalu. Dimana semua siswa dan orang tuanya berjalan melewati lorong ini. Acara perpisahan baru saja usai. Semua orang telah pergi meninggalkan sekolah ini. Hanya Nara dan beberapa orang yang masih ada di sekolah itu. Ia berjalan pelan nyaris tanpa suara tubuhnya terasa berat dan sungai di matanya nyaris saja jatuh. Nara memandangi seseorang di ujung lorong itu. Seseorang yang telah di tolaknya 3 tahun yang lalu, namun selama itu juga ia mengunggunya, mengaguminya, dan berharap dapat memilikinya.
                Sebuah helaan nafas meluncur dari mulut Nara. “aku harus mengatakannya” bisiknya dalam hati. Perlahan ia melangkahkan kakinya mendekati sosok bertubuh tinggi dengan balutan seragam berwarna senada dengan seragam Nara. Kulitnya yang sawo matang itu terlihat bebeda di mata Nara. Nara mensejajari tubuh itu.
                “hai” sapanya. Nara hanya tersenyum tak mampu berkata apa-apa.
                “sepi ya, berbeda sekali dengan biasanya” ucapnya lagi. Sambil memasukkan tangannya ke dalam kantong celana. Nara menghela nafas.
                “Dit” Nara hendak membuka percakapan.
                “ssstt” Adit menutup mulut Nara dengan ibu jarinya. Membuat sebuah getaran aneh muncul dalam hati Nara. Nara tak mengerti maksud Adit. Ia memandangi laki-laki itu, menatap matanya yang indah berharap mendapat jawaban atas pertanyaan yang tak terucap itu.
                “mulai sekarang kita lupakan semuanya yah” pintanya. Nara hendak mengelak, tapi Adit lebih dulu menariknya ke taman belakang. Membuat memori Nara berputar-putar mengingat kejadian 3 tahun yang lalu.
                3 tahun yang lalu...
                “Nara, lihat bunga-bunga bermekaran itu”
                “ehem, ia aku melihatnya”
                “cantik ya, seperti dirimu”
                Nara terdiam, jantungnya berdetak kencang dan semakin kencang. Ia memandangi Adit. Adit berdiri dan berjalan mengahadap Nara. Dan meraih tangan Nara dalam genggamannya.
                “Nara, would you be my girlfriend?” perkataan itu terlontar dari mulut Adit. Nara tak percaya Adit akan mengatakan hal itu. Meski hatinya melonjak senang dan jantungnya berdetak kencang. Nara tidak bisa begitu saja menerima Adit.
                “Nara, Adit” suara lembut Alice mengagetkan Nara. Sontak Nara menarik tangannya dan menatap sahabatnya dengan tatapan bersalah. Alice berlari keluar sekolah. Nara dan Adit mengejarnya dari belakang. Namun, telat langkah Nara dan Adit. Alice sudah tergeletak dengan berlumuran darah di tengah jalan.
                “Alicee” teriak Nara. Nara berlari meraih kepala Alice dan mendekapnya dalam pelukan. Hanya kata “maaf” yang mampu terucap dari mulut Nara. Alice memandangi Nara sejenak dan tidak berkata apa-apa. Lalu pandangannya beralih kearah Adit dengan terbata ia mengucapkan “Aku menyukaimu Adit”. Perkataan Alice terhenti bersamaan dengan terhentinya detak jantung yang ada pada tubuhnya. Nara hanya menunduk, salju putih telah meleleh dan meluncur deras di pipinya.
                Sekarang ditaman itu, Adit mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk bunga yang berwarna coklat.
                “bunga ini cantik seperti dirimu” Adit mengulangi perkataannya yang dulu.
                “Namun, bunga ini berwarna coklat. Sesuatu yang disukai Alice” Sungai di mata Nara sudah tidak dapat di bendung lagi. Perlahan-lahan sungai itu turun membasahi pipinya. Adit mengusap sebagian sungai itu dengan telapak tangannya.
                “gantungan kunci ini untukmu. Untuk mengingat aku dan Alice” Perkataannya terhenti sesaat. “Besok, aku akan berangkat ke Jakarta. Aku akan melanjutkan sekolah disana” Nara menatap Adit tak percaya. Air matanya meluncur semakin deras. Adit menarik tangan Nara dan meletakkan ganungan kunci itu diatas tangan Nara. Perlahan Adit menarik kembali tangannya dan berjalan meninggalkan Nara. Nara hanya menatap tak berdaya saat punggung itu berjalan membelakanginya dan menghilang.
^^^.^^^
                Nara menghempaskan tubuhnya diatas kursi kafe yang dikunjunginya. Ia menarik buku dan penanya, sudah 5 bulan Nara bekerja di Jakarta sebagai penulis skenario ftv. Nara sedang menulis ide yang ada dalam otaknya ketika seorang pelayan menabrak kursinya dan menumpahkan minuman ke bukunya. Nara sontak kaget dan memandangi pelayan itu sambil cemberut. Bukan masalah bukunya yang ia sayangkan, tapi gantungan kunci yang menggantung di buku itu. Semua pelayan dan pelanggan kafe itu memandangi Nara, pelayan yang tadi menabrak Nara tidak bisa berbuat apa-apa selain meminta maaf. Nara meraih gantungan kunci itu dan mendekapnya. Tiba-tiba seseorang berpakaian rapi menghampirinya, sepertinya ia pemilik kafe itu. seseorang itu menunduk dan mengucapkan kata maaf. Nara membeku menatap seseorang itu.
                “Adit” ucapnya.
                “Nara” Adit menatap Nara tak percaya. Untuk sejenak suasana menjadi hening, tidak ada yang berkata apapun. Para pelayan dan pelanggan kafe terdiam menyaksikan kedua orang itu.
                Adit melangkah mendekati Nara. “Kau masih menyimpannya” tanya Adit. Nara tersenyum “ehem, seperti aku selalu mengingatmu didalam hatiku”. Adit menatap mata Nara lalu mendekap gadis itu dalam pelukannya. Kejadian itu membuat semua orang yang berada dalam kafe tersebut ikut senang dan bertepuk tangan menyoraki keduanya.

S E L E S A I

Karya : Deaninna (Dea Nuril K.)
Diselesaikan tanggal 16 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Run to 2021

Hari pertama ditahun 2021 adalah hari mendung. Langit pagi yang tak cerah membuatku gamang, apakah tahun ini akan berbeda ataukah tahun ini ...