Halaman

Sabtu, 24 Desember 2016

Tepi

Saya berjalan
Pada titik ini saya bergumam
Pelan

Saya berlari
Pada titik ini saya berhenti
Sendiri

Saya berkelana
Pada titik ini saya menyerah
Lelah

Asa balutan tapi
Imaji batasan amara
Relung hati ingin bicara
Tampak tiada jalan sukanya

Sabtu, 12 November 2016

L A R A

Lara hati
Iya aku lara hati
Dan luka ini pedih tak berukuran

sedih
Iya aku sedih
Merangas bak jiwa yang hendak mati

Kecewa
Ya aku kecewa
Pada karamba yang tak lagi menyimpan ikan

Beginikah
Pabila takdir menghujankan kenangan itu untukku

Minggu, 09 Oktober 2016

Hujan

Hujan membawaku kesana
Membawaku berkelna
Kepada puing harapan yang tak pernah nyata
Kepada bayangmu yang sulit terjamah

Hujan mengingatkanku kepadanya
Membangunkan rinduku
Kepada dia yang selalu ada dalam fikirku
Kepada dia yang selalu berwarna pada hariku

Hujan menumbuhkan perasaan-perasaan itu
Membuncahnya
Lalu,
Hujan juga mematikan harapan-harapan itu
Membuatku tersadar akan semuanya fana untukku

Terimakasih telah singgah, hujan
Telah mempersilahkan ku mengingatnya
Meski kini ku harus kembali pada nyata yang tak pernah sma...

Rabu, 28 September 2016

Kembali Hampa

Ruang kosong yang sedari tadi Rian ratapi itu kembali hampa. Tidak ada jejak jejak pengunjung yang akan masuk. Hanya satu-dua barista yang membereskan sudut kafe. Menata meja kursi, menyapu lantai, hingga mengelap gelas yang menimbulkan suara cilik.

Rian masih termenung dengan backsound yang sunyi itu, pikirannya kacau, pandangannya hanya tertuju pada satu, piano putih di sudut kiri bangunan kafe. Sudut itu adalah sudut favorit Rian, dimana ia bisa bermain piano sambil melihat ke arah jendela, menanti yang diseberang menyapanya. Lalu, ia akan menelpon seseorang itu dan memainkannya sebuah lagu hingga rasa kantuk menghinggapi keduanya.

Hari ini, pukul 07.00 Rian sudah bersiap di depan piano seperti biasa, menunggu seseorang di seberang untuk mendengarkan bunyi tekanan tuts pianonya. Ia menyingkap tirai agar sinar matahari masuk dan sosok itu terlihat. Tetapi apa, dua jam setelahnya sosok itu tak muncul. Rian gelisah sepanjang hari. Berkali-kali ia tengok jendela itu, berkali-kali pula ia harus menyebrang jalan dan berdiri di pintu rumah seseorang tersebut. Tapi nihil, tidak ada secuil pun jejeak kehadirannya.

Rian menarik nafas, ia hembuskan pelan. Menarik kaki menuju tempat pianonya berada. Fur elise mengalun dengan nada lambat hari itu, setiap nadanya terasa berbeda dengan hari-hari biasanya, ada nada sedih yang seperti menyusup kedalamnya.

Barista yang ada dan pengunjung yang datang sempat beberapa kali menoleh pada Rian dan pianonya. Mereka membatin sedih yang ditunjukkan dengan mimik muka sedih.

Fur elise masih mengalun hingga 18.00, permainannya semakin lambat, mengisyaratkan hati yang tersayat.

19.00 fur elise resmi berhenti. Rian membanting tangan di atas tuts, semua barista menoleh. Rian berdiri menutup piano, menyingkap gorden dan meninggalkan kafe. Berjalan gontai menuju taman di blok timur dari kafenya. Selama perjalanan ia menunduk, satu dua orang menyapanya tak di gubris. Ia melangkah dengan kepala tertunduk, tapi ia hafal tempat yang akan dikujunginya.

Rian berhenti di perempatan, menyebrang lantas berjalan dan belok kiri hingga ia sampai di tempat tujuan. Di tangannya sudah ada beberapa bunga yang ia ambil di ruang kerjanya di kafe. Ia masuk taman itu dan menemukan satu petak tempat seseorang itu tertidur pulas. Rian menaruh bunga diatasnya. Kembali ia bendung air mata.

Sudah satu bulan, Rina pergi.
Hari itu Rian berjanji melamarnya, tetapi Rian tidak bergegas, ia mengambil minuman di kafenya, meski tak banyak, minuman itu membuatnya mabuk dan kecelakaan itu terjadi saat ia bersama Rina.

Peri Kecil

Rumah bambu itu, kaitan antara satu dan lainnya, lubang-lubang diantara sekatnya, bahkan rayap diujung tanah yang hampir merobohkan rumah reyot itu, selalu di ingatnya.

Bagaimanapun ia lahir dan tumbuh disana. Peri kecil sebutan ibunya. Ia ingat berlari-larian kesana kemari dengan teman kecilnya. Bersenda gurau, saling bertengkar, lalu tertawa kembali. *senyum tipis terlukis diwajahnya*.

"Lay" Pekiknya dalam hati

Kamu harus pulang.

Bagaimanapun mereka rumahmu. Tempatmu untuk pulang.

Lay, berpikir kembali, ia bimbang..
Disini ada Rey, Nay, Fay dan Pay. Dipandanginya satu persatu. Wajah sendu itu, meminta persetujuan.

Sedetik diam

Satu jam

Dua jam

Tiga jam

Tak, mereka tak relakan Lay pergi. Tapi mereka tahu Lay harus pergi. Ibunda telah menunggu peri kecil.

Maka ibu, Lay anakmu pulang membawa batu bata terbaik penghapus rumah bambu.

Haru. Ibu tahu Lay merelakan segalanya untuk Ibu. Tapi Lay tahu  ibu lebih banyak memberikan dari pada apa yang Lay relakan.

Ibu, peri kecil ini untukmu

Senin, 19 September 2016

Aku ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Karya : Sapardji Djoko Darmono

Jumat, 22 Juli 2016

DEKIL

Perempuan berkerudung merah itu menunduk menatapi kuku-kuku jarinya yang memegang bolpoin. Sesekali wajahnya terangkat lalu menunduk kembali. Ia diam dan menjaga posisi duduknya agar rapi terlihat.
Disana, diseberang sana ada seseorang yang membuncah hatinya. Sosok dekil yang belakangan ini menghantui fikirannya. Sosok yang hari ini menumbuhkan bunga-bunga di dalam jiwanya.
Tangannya terangkat, sosok dekil itu mengangkat tangannya. Tangan yang biasanya memegang putung rokok itu kini melambai di depannya. Si kerudung merah hanya menoleh sekilas, lalu menunduk kembali. Terdengar suara sang dekil, rendah tapi tegas. Si kerudung merah semakin terenyuh mendengar suaranya. Diam-diam ia tersenyum sambil membayangkan sosok didepannya itu.
Lima menit berlalu, forum itu telah bubar. Si kerudung merah bergegas keluar, tak ingin melewatkan masa terakhirnya menatap si dekil hari ini. Matanya menangkap punggung sang dekil yang kini telah berpindah forum. Hati kecilnya tersenyum.
Sebenarnya, si kerudung merah dapat tinggal lebih lama disana melihat dari jauh si dekil bersama teman-temannya, tetapi hari ini sampai disini saja sebelum bunga api di hatinya semakin meletup menjadi-jadi.

Ah sepertinya si kerudung merah tidak akan bisa tidur malam ini. Dasar dekil!!

Rabu, 02 Maret 2016

Menjawab

I want to answer you..

What the.. 
aku hanya ingin menjawab pertanyaanku. aku hanya ingin mengajukan segala rasa rinduku. aku ingin menyampaikan segala-galaku padamu.

baik judulku kali ini menjawab
sebenarnya apa yang ingin aku jawab, aku juga tak mengerti
mungkin harusnya bukan aku yang menjawab
tetapi tepatnya aku juga tidak tahu.

tapi ada satu yang aku pinta tuk menjawab segala penasaranku
satu yang selalu memenuhi ruang pikirku
satu yang tak mau usir dari kehidupan mimpiku

Minggu, 10 Januari 2016

Hampa

Kayla kembali menekan dadanya. Menghirup udara lebih banyak dari biasanya lalu menghembuskannya. Sakit. Rasa itu terus menjalar
Entah apa yang dipikirkannya saat itu. Ia sedang ingin bersenang-senang bersama teman-temannya di salah satu kafe di daerah Kemang setelah penat seharian bekerja. Tiba-tiba pandangan matanya bertemu dengan sosok laki-laki di ujung sana.

Laki-laki itu, punggunggnya tegap yang membelakangi Kayla seakan mampu menjelaskan bahwa ia adalah sosok yang selalu ia mimpikan tanpa harus tahu melihat wajahnya.

Kayla menarik nafas kembali, dadanya sakit. Ada satu bagian dalam dirinya yang seperti di iris-iris. Tapi siapa dia?. Siapa Kayla. Itulah yang semakin membuat dadanya sakit dan sesak. Ia ingin menangis. Tapi sekali lagi ia siapa?

Andre. Lelaki berwajah tampan bertubuh proporsional itu adalah teman SMAnya. Kayla telah jatuh cinta sejak pertama ia mengobrol dengannya. Melewati berbagai kegiatan dengannya. Kebetulan Kayla dan Andre adalah siswa aktif yang takkan puas sekolah hanya dengan belajar di kelas. Keduanya sama-sama sering terlibat dalam kegiatan sekolah. Meski tidak ikut organisasi resmi seperti osis dan pramuka. Kayla dan Andre sering mengikuti lomba, seminar, pelatihan, atau apapun kegiatan yang diadakan oleh sekolah. Disitulah rasa ketertarikan Kayla dimulai.

Selama masa SMA ia hanya melihat Andre. Ia selalu tergila-gila terhadapnya. Tetapi Kayla adalah anak yang tak pandai menyampaikan perasaannya. Rasa sukanya ia simpan baik-baik, jangan sampai teman-temannya tahu apalagi Andre.

Hingga lulus SMA, Andre yang kelihatan tak pernah terlihat punya pacar atau dekat dengan siapapun. Dikabarkan dekat dengan salah satu teman kelasnya yang kebetulan Kayla juga mengenalnya.

Hancur sudah harapannya. Dita, seseorang yang dikabarkan dekat dengan Andre adalah teman Kayla di gereja. Ia adalah anak yang baik, pintar serta memiliki paras yang cantik. Kayla cukup tahu bahwa ia memang harus mundur.

2 tahun lamanya, Kayla tidak pernah menampakkan diri dihadapan Andre dan Dita. Ia selalu menyibukkan diri dengan bekerja. Ia berharap dengan begitu ia dapat melupakan sosok Andre yang selalu ada dalam hatinya itu.

Tapi sekarang, hari ini, ia harus menelan pil pahit. Setelah sekian lama tak bertemu, ia melihat sosok laki-laki itu dengan seorang wanita yang dikenalinya, Dita. Sedang apa mereka. Pikir Kayla. Tentu saja mereka sedang kencan. Dasar kau bodoh Kay. Hatinya memarahi. Yang paling pahit yang dirasakan Kayla adalah kenyataan bahwa ia belum bisa melupakan laki-laki itu meski sudah 2 tahun tak bertemu.

Kayla hendak berputar membalikkan badan dan keluar dari kafe itu, ketika Dita memergokinya dan memanggil namanya. Sial. Batinnya. Mau tak mau Kayla harus menghampiri mereka berdua.

"Hai" sapa Kayla.
"Hai Kay, senang bertemu denganmu. Sudah lama kita tak bertemu" tutur Dita dengan mata berseri-seri.
Dita dan Kayla sebenarnya bukan teman yang dekat. Mereka hanya kebetulan sering bertemu di gereja. Dan apabila ada kegiatan digereja mereka adalah pasangan yang pas. Dita menyanyi dan Kayla bermain piano.
"senang juga bertemu denganmu. Senang juga bertemu, ndre" Kayla memaksakan seutas senyum dan menyapa Andre yang masih terdiam.
"Hai Kay, apa kabarmu. Sini duduk" Andre menjawab sapaan Kayla. Sambil menunjuk kursi kosong di sebelahnya.
"Kabar baik, tapi aku tidak bisa berlama-lama, aku sudah ditunggu teman-temanku" katanya beralasan.
Terlihat raut muka Andre yang berubah. Tetapi mereka mempersilahkan Kayla untuk meninggalkan tempat itu.
"aku pergi dulu, sampai jumpa di lain waktu" Kayla tersenyum. Andre tersenyum. Ia tidak sempat melihat Dita. Ia segera berlalu meninggalkan tempat itu sebelum wajahnya memerah dan hatinya semakin teriris.

Entah takdir apa yang sedang terjadi pada Kayla. Tiga hari setelah ia bertemu dengan Andre di Kafe dan setelah ia mencoba untuk melupakan Andre kembali, Kayla tidak sengaja menabarak troli seseorang di supermarket

To be continue...

Run to 2021

Hari pertama ditahun 2021 adalah hari mendung. Langit pagi yang tak cerah membuatku gamang, apakah tahun ini akan berbeda ataukah tahun ini ...