Halaman

Selasa, 01 Desember 2015

Diklat MP3 2015 "Growing Up, Together"

Sabtu (28/11), Riki Anggrian, selaku ketua BEM FIP UM resmi membuka acara Diklat Mahasiswa Peneliti dan Penulis Produktif Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Acara yang bertema "Growing Up,Together" itu dilaksanakan selama dua hari di dua tempat yang berbeda.
Hari pertama yang merupakan diklat ruang dilaksanakan di gedung D1 FIP UM. Ada empat pemateri yang mengisi diklat ruang ini. Yang juga mewakili empat divisi MP3, yakni Fahrul Khakim (penulis novel Hiding My Heart) sebagai pemateri sastra, Annisa (direktur AE publishing) sebagai pemateri penerbitan, Wiwin Januaris (Mawapres 2 UM 2014) sebagai pemateri karya ilmiah, dan Fahmi (direktur LPM SIAR) sebagai pemateri jurnalistik.
Diklat ruang berlangsung selama setengah hari. Selanjutnya, sekitar jam 2 siang kami berpindah tempat menuju salah satu villa di Batu.
Sampai di batu, kami melakukan bersih diri sebelum menuju acara selanjutnya. Ba'da sholat maghrib berjama'ah, materi kepenulisan dimulai. Kali ini yang membawakan materi adalah Poppy Trisnayanti selaku senior MP3 yang berbagi pengalamannya selama menjadi penulis, tak lupa juga ia selipkan kiat-kiat menjadi penulis yang baik. Setelah itu, kami rehat sebentar untuk makan malam.
Sekitar pukul 20.30 kami memulai materi kedua tentang keorganisasian bersama wakil ketua BEM FIP 2015, Rian Firmansyah. Rian memberikan banyak informasi mengenai cara berorganisasi yang baik serta posisi MP3 dalam keorganisasian di FIP. Tak lupa ia menyelipkan sebuah puisi sebagai penyemangat anggota baru MP3 dalam menulis.
Selama materi satu dan dua berlangsung, kami (MP3) mendapat kunjungan khusus dari BEM FIP dan Unit Aktivitas OPIUM. Tak ayal, suasana villa yang awalnya tenang menjadi ramai karena kedatangan dua pasukan ini. Tetapi kami tetap berterima kasih atas kedatangan BEM FIP dan OPIUM.
Hari kedua, diklat MP3 di mulai pukul 06.00 di halaman parkir BNS. Senam pagi menjadi pembuka acara kami hari itu. Setelah senam, kami bermain games bersama. Kereta buta adalah game yang kami pilih untuk mengajarkan kekompakan bagi anggota baru MP3.
Pukul 08.30 kami kembali ke villa dan makan bersama. Acara selanjutnya adalah pembuatan mading oleh masing-masing kelompok. Surprise, dalam waktu dua jam anggota baru MP3 sudah bisa merampungkan madingnya dengan menarik.
Pukul 12.00 acara ditutup oleh ketua MP3 2015, Ajar Hayu, kami kembali ke Malang.
Banyak hal yang dapat kami lakukan selama diklat, banyak pelajaran juga yang dapat kami petik dari diklat. Semoga generasi baru MP3 2016 dapat menumbuhkan semangat kepenulisan di FIP dan dapat melebarkan sayap MP3 menuju langit tertinggi.
Diklat MP3 2015 "Growing Up, Together"
MP3 "ayo nulis"

Senin, 26 Oktober 2015

Ridha

            “Ridhayallahu ridhawalidaain, wasukhtullahi sukhtuwalidain”
            Begitulah bunyi hadits yang pernah aku dapatkan dari Ust. Hasan Bisri. Hari itu pelajaran hadits dan aku masih duduk di kelas TPQ Madrasah Diniyah Salafiyah Darun Najah Singosari, sudah lupa persisnya tetapi kira-kira kelas TPQ III karena aku masih sangat kecil kala itu.
            Aku senang sekali pelajaran hadits, selain penyampaian materi yang menyenangkan dari Ust. Hasan, pelajaran Hadist juga merupakan salah satu mata pelajaran di sekolahku yaitu Madrasah Ibtidaiyah Almaarif 02 Singosari. Jadi, satu pelajaran di dua tempat ini masih sangat berkaitan.
            Kembali kepada hadits di atas.
            Tahu tidak apa makna dari hadits diatas? Artinya sangat bagus lho akhi-ukhti..
            Artinya..
            “Keridhaaan Allah terletak pada Keridhaan Orang tua, dan Kemurkaan Allah terletak pada kemurkaan Orang tua”
            Kenapa saya selalu mengingat hadits ini? Karena hadits ini sangat bermakna bagi saya. Orang tua bagi saya, bukanlah sekedar orang yang telah melahirkan kita di dunia. Bukan pula sekedar orang yang selalu bersama kita. Orang tua itu segalanya. Saya tidak mungkin bisa berbuat apa-apa tanpa orang tua.
Orang tua adalah harta yang paling berharga dimuka bumi. Mereka adalah orang yang menyayangi dengan tulus. Mereka yang tanpa mengeluh selalu bekerja keras mencari rupiah demi sekolah anak-anaknya. Mereka yang susah ketika kita sakit. Mereka yang menangis bila kita tidak bisa apa-apa.
Ibu bagai malaikat yang hadir dibumi. Setiap belaiannya, setiap tutur katanya dan tindak raganya menyucurkan kasih sayang pada kita.
Ayah bagai panglima pelindung bagi anak-anaknya. Menjadi tembok baja bagi kemunafikan yang menghajar anak-anaknya. Pemimpin yang tegar dalam keluarga.
Hadits ini merupkan hadits favorit saya, sejak pertama mengenal dan menghafal hadits, hadits inilah yang paling cepat saya hafal dan masih saya ingat hingga sekarang.
Saya takut pada hadits ini. Hadits inilah pedoman tingkah laku saya kepada orang tua saya. Saya takut mendapat kemurkaan Allah apabila menyakiti orang tua. Sebaliknya saya takut sekolah sia-sia hanya karena tidak diridhai orang tua.

Akhi-ukhti, orang tua adalah bukti nyata bahwa Allah mencintai kita. Maka cintailah orang tua agar kita juga senantiasa mendapat cinta kasihNya, Dia Yang Maha Esa.

Sabtu, 24 Oktober 2015

Ku kamu ki aku malam ku

"kamulah satu satunya
yang ternyata mengerti aku
maafkan aku selama ini
yang sedikit melupakanmu"

Soundcloud pertama yang diproduksi oleh pgsd a4. Sura merdu Dian serta iringan syahdu petikan gitar, Iqbal dan Ilham membuat siapa saja yang mendengarkan akan turut serta beradu dalam melody lagu milik dewa 19 tersebut.

Kesederhanaan yang tercipta, diantara nada nada itu terayun membentuk sebait rindu imaji perangainya. Menggambarkan sesosok bayang semu yang pernah terjamah namun terabaikan. Sejumput senyum yang pernah digenggam namun dilepaskan.

Dan aku menyebutnya rindu.
Sejalan dengan itu, rasa menjalar menuai ketegaran hatiku.
Mengikis tentraman jiwa terkuai. Terombang aku. Siluet mu buncahkan egoku.

Kamu satu satunya.
Mengertikanku dalam dawai rindu yang terombang ambing tanpa si arah. Mendekteku akan penting hadirmu terlupa kan waktu.

Dilemaku hanya menunggumu.
Menitik kehadiran itu dalam satu bingkai khayal rancu yang selalu berlinang pilu. Dalam kotak sejuta peluh yang kau genggam dalam harapan-harapan daku mengaku pada aralmu tujumu lukamu. Dakukah itu?

Minggu, 20 September 2015

Sabtu, 19 September 2015

Terikku

Apabila tua disebut senja. Maka usiaku di sebut terik. Mungkin. Tapi iya, apalagi penggambarannya selain terik? Kurasa ini lebih cocok.
Usia 19 adalah usia akhir keremajaan dan hampir usia awal kedewasaan. Meski dewasa tidak diukur dari usia. Agaknya 19-20 sudahlah kita belajar  untuk lebih dewasa.
Hari ini adalah hari ke 19 ku di tanggal 19 september. Nothing special. Karena aku sendiri tidak mengharap yang spesial dari hari ini.
Bagiku ulang tahun adalah hari dimana usia kita berkurang satu tahun. Semakin tua usia kita semakin tua juga ayah-ibu kita.
Dahulu aku senang sekali dengan ulang tahun, bahkan aku selalu memberi kado pada teman-temanku yang ulang tahun sekecil apapun kadonya aku tetap kasih kado.
Tapi sejalan usia. Menurutku ulang tahun kado bukanlah hal yang layak untuk rayakan, melainkan di syukuri.
Sejak umur 17 aku mulai berterimakasih pada Allah, sangat. Bukan berarti sebelumnya aku melupakannya. Tidak. Tetapi mulai saat itu aku menetapkan satu hari 19 september ku untuk tidak meminta apa-apa dari Allah melainkan mensyukuri atas pemberian-pemberian yang telah ia berikan untukku selama ini.
Begitu pula dengan hari ini..
Aku bersyukur telah diberikan hidup yang mungkin orang lain ada yang menginginkannya. Aku bersyukur atas nafas. Dan segalanya.
Aku juga bermunajat meminta maaf atas tingkahku selama ini, berharap di umur esokku aku menjadi seseorang yang shalihah yang di gambarkan Allah... Hanya itu..
Untuk kalian yang membaca tulisan ini, tuntunlah aku ke jalan Allah. Sadarkanlah aku, pintaku.

Kamis, 27 Agustus 2015

Labirin

Saya menemukan labirin itu. Kata orang kamu bisa bahagia setelah melewatinya. Maka langkahlah kaki menuju kesana, harap bahagia datang membara.

Sekejap langkah aku sumringah dengan harapan yang masih nyata terpatri di mata. Dua kejap masih bayang2 bahagia itu melayang-layang diudara. Namun kejap-kejap selanjutnya. Arus bahagia itu mulai hilang. Aku mulai terombang ambing. Kesana kemari, mencoba mencari kebahagiaan yang terjanjikan itu.

Kini harapku hanya satu, segera cepat menemukan 'bahagia' itu atau kembali ke tempat semula. Tempat dimana labirin itu hanya dunia harapan semata, bukan tempat untuk dijajaki para pemuda. Apalagi seperti saya!

Minggu, 23 Agustus 2015

Dengarkan Aku

"Tere, dengarkan kisahku.."

"Tere pernahkah kau jatuh cinta pada pandangan pertama?. Tere dengarkanlah sepertinya aku pernah, bahkan aku sedang mengalaminya." luapan kisahku pada tere.

Ia hanya terdiam aku tak bisa memahaminya, tapi aku melanjutkan.

"Kau tau Tere, ia adalah kakak tingkatku di universitas. Seperti orang korea berperawakan jawa. Matanya sipit Tere, ia juga memiliki rambut yang mirip dengan kyuhyun. Kyuhyun, Tere.. Kau taukan betapa aku menyukai kyuhyun.. Haha" tawaku garing.

Tere tetap tak bergeming, tak menjawab. Aku melanjutkan "hanya saja ia berkulit coklat layaknya masyarakat suku jawa. Tapi aku suka, dia manis"

Kali ini Tere merubah sikap. "demi apa Yudia, kau hanya kagum.. Kagum. Ingatkah kau kisah-kisahmu di smp-sma, kau menyukai orang-orang itu karena senyumnya. Lalu saat senyum itu hilang, rasamu juga hilang. Aku sudah muak Yudia. Aku muak dengan kisahmu"

Aku meringsut. Tere yang biasanya mendengarkanku yang sedari tadi diam, tiba tiba memberontak. Membentangkan sayap kiri atas semua perasaan-perasaanku.

Aku tak mengerti, mataku nanar menatap Tere. Kali ini pandangan matanya berubah. Tangan kanan dan kirinya meraih pundakku. Dicengkramnya jarinya hingga diatas kulitku.

"dengarkanlah Yudia" dengan tegas "kau selalu saja bercerita tentang ini, itu. Tentang dia dan mereka. Tentang semua pencarian 'dia'mu kepadaku. Kau selalu merengek kepadaku karena mereka. Aku selalu mendengarkanmu."

Perkataannya terputus. Matanya menatapku tajam, tapi aku tau pandangan itu tidak mengancam, tapi butuh pengertian. Tangan kanannya beralih kedaguku. Dengan lembut ia mendekatkanku.

"dengarkanlah Yudia" ia berbisik lembut. "kau tak perlu bercerita tentang mereka. Kau tak perlu menangisi mereka. Atau mencoba meluapkan gundahmu karena mereka kepadaku. Mulai sekarang tak akan pernah"

Ia kembali menarik ujung daguku. Hingga dagunya dan daguku menyatu. Begitu pula bibirku yang menyambut hangat bibirnya.

Mahasiswa baru

Mahasiswa baru datang. Mereka berbondong-bondong menyerbu kota kami. Membawa segelintir barang hidupnya ke tempat-tempat kos kami. Tiba-tiba saja kota ini bertambah sesak di jajali segerombol mahasiswa muda yang datang. Sedangkan yang tua tak jua pergi.

Aku adalah satu dari segerombolan itu. Mengenakan putih hitam berbalutkan pita putih ditangan itu aku dengan identitas fakultasku. Sebenarnya aku bukan pendatang. Aku penduduk asli tanah ini. Aku hanya mencoba menjajaki menjadi satu bagian dari mereka yang sudah disini. Mencoba meneriakkan guneman-guneman orasi mahasiswa kiri.

Lupakan soal itu. Menjadi mahasiswa seakan sudah menjadi tradisi di keturunan kami. Barang siapa yang sudah meloloskan sekolahnya haraplah ia meniba ilmu sampai sarjana. Itu pepatahnya.

Lupakan lagi.

Hari ini adalah hari pertamaku mentap gedung biru berlantai tiga dengan pintu yang otomatis terbuka dengan sendirinya. Ya jaman tua makin tua makin ingin dimanja. Dengan merapikan seragam yang kena angin aku melangkah ke dalam gedung itu. Mencoba mengambil barisan terbelakang. Sudah kubilangkan menjadi mahasiswa itu tradisi?. Sedikit berbasa basi, berkenalan sana-sini, menjadi artis sesekali karena mereka iri aku tak berpisah dengan sanak famili.

Begitulah kisahku. Mahasiswa baru yang dituntut menimba ilmu.

Kamis, 23 April 2015

Haruskah Selalu Kamu (HSK)

Secuil bunga tidur telah datang padaku malam itu.
Malam gelap tanpa gerlapan bintang itu terasa terang karna sinar ragamu.
Kau tersenyum penuh arti
"aku mencintaimu"
Matamu seraya berkata
"aku milikmu"
Dan tubuhmu merangkulku berisyarat
"aku bangga memilikimu"

Bahagianya aku kala itu
Sebelum alarm jauh berdering
Sebelum ayam jauh berkokok
Sebelum keduam mataku membelah
Dan sebelum kepahitan itu datang

Aku terbangun dan sadar
Mataku pilu karna kau nyata tak ada di sampingku
Senyumku menciut karena pelukanmu ternyata jauh di ujung pulau
Namun, sebagian hatiku membuncah bahagia
Dan sebesit doa terucap untukku
"semoga akulah takdirmu"

Sgs, 23 April 2015 (03.15)

Unbelieveble

Ini bukan pertama kalinya.
Ree menunggu Kyu di bawah pohon berdaun merah itu.
Srtahun yang lalu, Ree juga pernah menunggu Kyu disini.
Sambil tersenyum, Ree duduk membelakangi sang pohon. Ia terlalu bersemangat, di tangannya sudah ada beberapa bungkusan coklat untuk Kyu.
Satu jam berlalu, Kyu belum menampakka batang hidungnya. Namun, Ree tetap menunggu menepik semua rasa kecewa yang mungkin saja datang.
Dua jam berlalu, Ree mulai menggeliat cemas akan sosok bermata bulat itu tak datang.
Tiga jam berlalu, Ree sudah berdiri. bukan untuk pergi, tapi untuk mencari. Ia tolehkan wajahnya ke kanan dan kekiri, dimana ia berada?
Empat jam berlalu, Ree masih berdiri. Kali ini ia diam. Kedua kakinya mengatup dan kedua tangannya terkepal seraya berdo'a agar Kyu baik-baik saja.
Lima jam berlalu, Ree menaruh bungkusan coklatnya dibawah pohon merah. Dengan berat hati, ia langakhkan kakinya menjauh pergi...
Pohon merah itu tersenyum penuh arti..
Itu setahun yang lalu..
Kali ini Ree menunggu Kyu lagi
Dengan balutan gaun merah beraksen jingga pelangi.
Tak perlu satu jam. Ree bersandar pada pohon itu, sambil menatap senja ia tersenyum tanpa arti.
Ree pergi, tanpa meninggalkan isak tangis. Melupakan semua kisah tragis saat ia menungu disini.

Kamis, 02 April 2015

Malam sederhana

Di sela perjalanan ini
Meski kuat,
Meski tegar,
Kekuatan pastilah ada batasnya
Di bawah rintinkan air hujan
Ngawi, 3 April 2015 pukul 1:55
Aku menatap lembar langit
Hitam pekat
Namun semburat merah, kuning, hijau dedaunan dan lampu jalan
Membuat kesan menggeliat
Yang membuatnya tak sama
Aku suka itu
Entah hanya sederetan batang-batang sederhana
Serta seleret-seleret warna
Merubah kesederhanaan itu menjadi sempurna
Hai pujangga
Tidakkah kau habisan kata
Tidakkah kau peluhkan lara
Hanya dengan sebatang tinta
Kau torehkan segalanya

Senin, 30 Maret 2015

Titik

Senjamu, jingga bagiku
Jinggamu, senja bagiku

31 Maret 2015 - teruntuk kau yang tak pernah lelah mencariku. Teruntuk kau yang selalu hadir dimimpiku, menyapaku dengan gelak lembutmu. Teruntuk kau sang pejuang rindu yang tak pernah melepas waktu. Teruntuk kau yang mungkin sedang berjuang untukku. Dan teruntuk dikau calon imamku.
Ku kirimkan do'a ini untukmu : "semoga kelancaran datang merangkulmu, meniupkan benih-benih kesuksesan masa tuamu. Semoga keikhlasan terhirup oleh ragamu sehingga darah-darah taqwa bersenandung di jiwamu"

Diklat MP3 'Reborn' di PP3 Blitar




Minggu, 29 Maret 2015. Perjalanan seru, menyenangkan dan penuh pengalaman menyertai kami. kami-sebut saja MP3 (sebuah organisasi kepenulisan dibawah naungan BEM FIP UM)- sedang melangsungkan salah satu acara sakral, yakni diklat.
Diklat yang bertajuk 'MP3 Reborn' ini bukanlah sembarang diklat. Diklat yang dilaksanakan di Unit Pelaksana Program 3 (UPP 3) ini adalah pertama kalinya MP3 yang berlangsung di kampus 3 Blitar.

Perjalanan dimulai pada pukul 07.00 WIB, molor satu jam dari jadwal yang ditetapkan dengan alasan rental mobil yang digunakan baru buka pada pukul 06.30 WIB. Lupakan tentang keterlambatan, kami berangkat dengan menggunakan 1 mobil dan 5 sepeda motor. 2 jam perjalanan yang panjang dan melelahkan menemani kami, bagaimana tidak jika kami harus berkendara dan menekuk persendian kaki selama dua jam.



sekitar pukul 10 kami sampai dan langsung memulai acara. Acara dibuka oleh Mbak Esti sebagai MC yang dilanjutkan oleh sambutan-sambutan, mbak Ajar (Ketua MP3), Mas Kistin (Ketua KKM3), Mas Riki (Ketua BEM FIP). tidak berlangsung lama, acara berlanjut ke materi pertama tentang esai dan liputan oleh Mbak Poppy. sekitar pukul 12 acara di jeda dengan ishoma. tidak menyia-nyiakan kesempatan selain makan dan sholat kami menyempatkan diri untuk melihat-lihat bagian kampus 3 ini dan mencoba berbaur dengan peserta diklat yang sebagian besar dari PP3.

langsung saja, setelah ishoma kami masuk dan melanjutkan materi, mulai dari materi Jurnalistik dan pengenalan MP3 dari mbak Ajar, kemudia materi Ilmiah dari mbak Wiwin dan materi fiksi dari mbak Poppy lagi. ada yang menarik dari materi Jurnalistik dan pengenalan MP3 yang dibawa oleh Mbak Ajar, yakni pengenalan Newsletter MP3 yang merupakan program baru dari divisi Jurnalistik beserta pembagian tanda pengenal reporter MP3 untuk semua peserta untuk digunakan dalam meliput berita nantinya.

sekitar pukul 4, acara berakhir dan benar-benar berakhir karena kami harus segera kembali ke kota Malang. sedih, karena rasanya masih betah di kampus 3 ini. tapi apa boleh buat waktu terus berlalu, tugas menunggu, dan ibu merindu dirumah.. semoga bertemu kembali teman-teman kampus 3 UM... :D







Senin, 23 Maret 2015

Kesemuan Rindu

Tentang rindu yang tak pernah terjamah
Aku mempertanyakanmu
Setiap nafasku meluncur deras bayangmu
Setiap detikku terlukis indah parasmu
Tidakkah kau tau?

Tentang rindu yang tak pernah terjamah
Apakah aku terlalu berharap
Apa dayaku bila hati ingin bersamamu
Apa dayaku bila raga ingin bertemu
Bukankah cinta tumbuh tanpa kenapa

Tentang rindu yang tak pernah terjamah
Mungkin aku tak pantas untukmu
Selalu aku tanyakan pada bulan
Selalu aku serukan pada hujan
Mengapa aku? Mengapa bisa? Mengapa begini?

Tentang rindu yang tak pernah terjamah
Jujur saja aku mencintaimu
Menginginkan sejengkal senyummu menjadi milikku
Mengharapkan siluet tubuhmu untuk tinggal disisiku

Tentang rindu yang tak pernah terjamah
Aku menunggumu dalam diamku~

Jumat, 20 Maret 2015

Bagaimana lagi

Bagaimana jika aku masih mencintaimu
Satu relung hatiku masih memikirkanmu
Menginginkanmu menjadi milikku
Menyandingkan dirimu dibenakku

Bagaimana jika rindu ini selalu milikmu
Tak peduli berapa banyak orang datang dan pergi
Tak tahu berapa banyak waktu tlah berputar
Semuanya serasa ada lalu pergi kembali
Pada akhirnya hanya bayangmu yang menyitaku

Bagaimana jika aku selalu memanggilmu
Dalam hidup ada roda yang selalu berputar
Kadang aku di atas kadangku dibawah
Aku menikmatinya dengan kau yang selalu di sisiku

Bagaimana jika aku tak peduli akan kepergianmu
Aku tau kau tak benar benar pergi
Dan kau tak pernah benar benar meninggalkanku
Karena memang kita tak pernah bersama

Bagaimana jika aku menolak lupa
Bukankah angin akan selalu ada untuk pohon
Pohon adalah sejarah
Dan kamu adalah angin untuk pohonku

Bagaimana ini?
Sekeras apapun sekuat apapun
Aku melupakanmu
Kau selalu hadir
Menyambut
Tersenyum
Tidak tidak kau tak tersenyum
Tapi kau  selalu menciptakan tawa untukku
Dengan ketidaksempurnaanmu
Aku mencintaimu

Dalam kata 'bagaimana' yang menamai rindu, untukmu ice cream vanilaku....

Rabu, 21 Januari 2015

My First



Hello,, lagi semangat upload postingan nih...

sekarang saya ingin bercerita sedikit tentang cerita terbaru saya, yang baru saja saya posting di blog ini juga. judulnya "Sahabat hati". cerita sahabat hati ini terinspirasi dari pengalaman saya sendiri saat di SMA. tentu ada bagian-bagian dan nama yang di rubah sesuai dengan imajinasi saya saat menulis :) . tapi lupakanlah tentang fakta bahwa cerita itu nyata, tetapi nikmatilah secuil cerpen yang saya tulis dengan penuh perjuangan diantara tumpukan tugas pengembangan kurikulum, aritmatika SD, dan bimbingan penyuluhan SD.

sungguh saya tidak berbohong atau lebay. cerita tersebut memang saya tulis di sela-sela saya mengerjakan makalah ketiga mata kuliah tersebut. ceritanya begini.

cerpen ini merupakan cerpen pertama yang saya tulis semenjak saya tergabung dalam organisasi MP3 BEM FIP UM. jadi ini adalah proyek pertama saya. dan tulisan ini awalnya akan saya ikut lombakan dalam suatu lomba. tetapi karena dateline yang sangat mepet dan cerita yang melampaui batas (seharusnya maksimal 3 lembar). yaa sudah dengan sangat berat hati saya tidak jadi mengikut sertakan cerpen ini.

agar cerpen ini bermanfaat dan ada yang membaca. jadi saya posting saja di blog ini. bagi teman-teman yang membaca postingan ini dan penasaran dengan cerpen saya. silahkan bisa di cek di sini.

SAHABAT HATI (sebuah kisah nyata yang di-fiksi-kan)

SAHABAT HATI
Oleh : Dea Nuril Khasanah

Dunia terhenti. Waktu dan suara seolah sepakat tak berputar tak berbisik. Aku terbujur kaku dengan seragam putih abu-abu yang akan terakhir kali aku kenakan hari itu. Tanganku kelu tak mampu tuk bergerak. Yang tersisa hanyalah detum jantung yang berteriak keras dan semakin keras. Memaksaku untuk sulit bernafas dan tercekat. Hampir aku terbang jika salah satu bagian hatiku tak bergemerisik dan menyadarkanku.

Siang itu, seluruh punggawa kelas XII SMAN 1 Lawang berkumpul di gedung bercat kuning tanpa pilar namun tetap berdiri kokoh menaungi ruang di dalamnya. Gedung itu bernama aula. Gedung yang pertama kali menyambutku kala namaku berhasil tercantum dalam deretan nama-nama yang diterima di sekolah ini. Gembira ria rasa hati kala itu. Namun kini, kami harus berkumpul untuk melakukan gladi resik wisuda esok hari. Tak terasa tiga tahun sudah aku mengenyam pendidikan di salah satu sekolah negeri di bagian paling utara kota Malang ini.

Sebenarnya ada yang berbeda dengan gladi resik hari itu. Ya hari itu adalah hari pengumuman SNMPTN, yakni sebuah pengumuman untuk seleksi masuk perguruan tinggi lewat jalur bakat minat atau undangan. Seluruh sekolah sudah tak sabar menanti datangnya jam 12 untuk melihat pengumuman yang berharga itu, termasuk aku yang sedari tadi tak henti-hentinya melirik jam tangan dan mengecek lewat internet, kali saja pengumumannya sudah muncul sebelum jam 12.

Jam terus berdetak waktu terus mengalir pukul 12 pun tiba. Seluruh penghuni aula berlomba-lomba membuka web snmptn milik dikti dan aku berani bertaruh bukan hanya di ruang ini saja yang heboh melainkan di ruang-ruang luar sana pasti banyak yang heboh tentang pengumuman hari itu. Satu persatu jeritan tangis haru dan bahagia mulai terdengar di seluruh sudut ruangan mencoba mengacaukan acara gladi resik. Shabrina, teman sekaligus partner crazy ku yang terkenal dengan nilai terbaikknya dikelas adalah orang pertama yang membuka pengumuman itu dan hasilnya bukan kotak hijau bertuliskan selamat yang ia dapatkan melainkan kotak merah yang berisi kata “gagal” yang berhasil meluncurkan butiran-butiran salju dimatanya. Aku berhasil menangkap rasa kecewa menjalar ditubuhnya, rasa itu menular pula di ragaku. Sedikit pesimis pikiran “kalau Shabrina tidak diterima, bagaimana dengan aku?” mulai bergelanyutan dibenakku. Setelah sedikit memaksa otak untuk mengingat nomor pendaftaran, aku mulai membuka web dikti tersebut. Pelan-pelan memasukkan nomor pendaftaran dan password. Wolla... seperti tidak percaya kotak hijau yang terpampang di laman pengumumanku. Aku mendelikkan mata dan mencoba membaca ulang kata demi kata yang tertulis di kotak hijau tersebut. “Selamat anda lolos di Universitas Negeri Malang dengan program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar” begitu kira-kira tulisannya.

Aku bangkit mengedarkan pandangan keseluruh penjuru ruangan dan mataku menangkap Alya, sahabatku. Aku memeluknya sebagai tanda kebahagiaan. Dan ia balas memelukku. Apa kau tahu? Ternyata Alya juga lolos SNMPTN dan berhasil masuk di universitas yang sama.

Mataku kembali berputar mencari sosok lelaki kurus tinggi berkulit kecoklatan. Dirga, sahabatku yang lain. Berbeda dengan Alya yang menjadi sahabatku sejak di bangku kelas sepuluh, aku dan Dirga sudah bersahabat sejak SMP. Dirga adalah anak dari guru kursus matematikaku. Aku melonjak ketika menemukan siluet tubuhnya di pojok ruangan.

“Dirga” sapaku dengan semangat. Aku berusaha berlari mendekat namun langkah kakiku melambat ketika ku lihat seseorang yang sedang duduk mensejajari Dirga. Kurasakan perubahan dalam diriku suhu tubuh mulai melampaui batas normal dan jantung? Sudah tidak dapat ku hitung berapa kali ia melonjak. Dirga menatapku sambil melambaikan tangan aku melihatnya namun tak membalas pikiranku terlalu fokus pada Rafa yang ikut menatapku. Aku berhenti sejenak mengambil nafas lalu mendekati mereka.

“Hai Dirga, Rafa” bukannya membalas sapaanku Dirga malah melontarkan seribu pertanyaan tentang hasil snmptn. “Aku di terima, Dirga” jawabku untuk menghentikan serbuan Dirga. Kulihat pantulan cahaya dari mata kedua orang didepanku itu. “kalian bagaimana?” tanyaku. Dirga menggeleng kemudian kembali tersenyum. Jujur aku sedikit kecewa dengan jawaban Dirga. Untuk sepersekian detik semuanya bungkam tak ada yang bersuara.

“Selamat ya Nin, diterima dimana kamu?” tanya Rafa memecah keheningan.

“Di UM, Fa” jawabku singkat.

“Oh ya? Jurusan apa?”

“PGSD” serentak kulihat sorot mata Rafa berubah.

Ya aku tahu, sebenarnya Rafa juga menginginkan jurusan dan universitas yang sama denganku. Akupun berharap agar aku dan Rafa dapat diterima dalam snmptn ini, namun kenyataan berkata lain. Rafa tersenyum lalu mengulurkan tangan padaku. Tidak, tidak untuk bersalaman. Uluran tangan itu terus menjalar ke bagian atas kepalaku lalu sedikit mengacak-acak rambutku.

Glegarrrr...

Seperti ada petir yang menyambar hatiku. Detak jantungku berpacu dan terus berpacu. Kakiku serasa melayang tak menginjak tanah. Aku menggelengkan kepala menyadarkan diriku sendiri atas kejadian ini. Kulihat Dirga sedang melengos melihat kejadian antara aku dan Rafa barusan. Tentu saja Dirga sudah tahu semuanya, tentang rasaku pada Rafa dan mungkin ia juga tahu bahwa aku baru saja terbang karena sentuhan Rafa.

“Kenapa Nin?” tanya Rafa.

Aku menggeleng. “tidak ada apa-apa Fa, aku ke teman-teman kelasku dulu ya”. Sebernarnya aku masih ingin berlama-lamaan mengobrol dengan Rafa seperti tadi, tetapi karena kali ini aku tak dapat mengatur perasaan. Lebih baik menghindar.

*****

Acara wisuda dimulai. Aku sedikit tergesa-gesa karena datang terlambat. Untung saja barisan kelasku berada di belakang. Keterlambatanku ini bukannya tidak beralasan, semalam aku tidak bisa tidur karena terlalu bersemangat memikirkan Rafa dan sentuhan kecilnya di kepalaku.

Banyak spekulasi yang muncul dibenakku kemarin malam. “apa Rafa menyukaiku?”, “kenapa Rafa melakukan itu”, “Jika dia menyukaiku, kenapa ia tidak bilang?”, “apa aku tidak peka?”. Aarrrgghhh... banyak pikiran-pikiran aneh menyelimuti malamku. Yang jelas aku terlalu bahagia karena ulah kecil Rafa.

Usai wisuda, seratus kali sudah aku bergaya didepan kamera satu dan kamera yang lainnya. Moment ini memang berharga dan akan berlangsung sekali seumur hidup.

“Jangan lupakan aku ya teman-teman” celetuk Bibah, teman kelasku yang paling ramai.

“Hai Nin, kamu mau langsung pulang Nin?” tiba-tiba Alya muncul, sepertinya ia juga baru selesai melaksanakan ritual foto-foto dengan teman sekelasnya.

“Entahlah, rasanya aku masih ingin disini untuk yang terakhir kali” jawabku.

Alya mengangguk. “Aku mau mampir ke bu Priyo nih, pingin borong jajannya sekaligus bikin kantin sepi makanan. Mau ikut?”. Aku nyengir “Ide Bagus”. “Eh, tapi antarkan aku ke kamar mandi dulu ya” pinta Alya. “Okke booss!!”

Aku menunggu Alya di luar kamar mandi. Kamar mandi itu terlihat sedikit sepi. Terdengar sayup-sayup suara seseorang. Kepalaku berpaling mencari sumber suara. Aku teringat ada taman kecil yang baru dibangun di sebelah kamar mandi. Kulangkahkan kaki mendekati taman tersebut. “Ah, Rafa” pekikku senang dalam hati. Namun, kesenanganku tak berlangsung lama. Kulihat Rafa sedang bersama Anne.

“Maaf ya Anne, aku harus mengatakan ini” sayup-sayup ku dengar suara Rafa.

“Memangnya kamu mau berkata apa Fa?”

“Aku suka kamu Ne, sejak aku mengenalmu di kelas dua belas”

Nina menyeka matanya, tangannya yang lain menutup mulutnya agar tidak bersuara. Lalu melangkah pergi. Tiba-tiba saja, ia sudah tidak tertarik dengan perbincangan antara dua orang di taman kecil itu. Hatinya sudah hancur remuk. Mungkin jika di andaikan sudah seperti bungkus permen yang dibuang lalu diinjak-injak.

*****

Kobaran api itu terus membara. Menyala-nyala mencoba menghabiskan semua yang ada di sekitarnya. Nina merobek-robek beberapa kertas. Sebelumnya ia telah membaca kertas itu, yang tak lain adalah coretan-coretan dirinya tentang Rafa. Sekarang ia sedang memandangi sebuah foto. Sebuah foto yang ia dapatkan dari majalah sekolah, ketika Rafa memenangkan lomba olimpiade Sejarah di Jawa Timur. Sungai dimatanya mengalir membasahi kedua pipi indah dan lesung pipit miliknya.

Aku bukan milikmu, dan mungkin aku memang takkan bisa jadi milikmu. Mungkin memilikimu adalah mimpi bagiku. Terima kasih atas segala yang telah kau berikan untukku. Untuk semangat yang kau tularkan dan seutas senyum yang selalu kau tebarkan. Mencintaimu aku bahagia, walau rasa sakit selalu mengiringi langkahku tuk bersamamu. Aku mencintaimu, walau aku tak bisa menuntaskannya....

Dirobeknya foto ditangannya seakan menggambarkan robeknya hati Nina. Tetapi gadis itu tetap diam, ia tidak jadi membakar foto tersebut. Nina berlari kekamarnya dan mengambil solasi. Direkatkannya kembali kepingan foto-foto tersebut, dan menuliskan sesuatu dibelakangnya, kemudian berucap didalam hati, “Rafa, mungkin kamu tidak pernah tahu rasa hatiku saat ini. Bahwa aku mencintaimu. Tetapi, tidak apa-apa. Aku akan menyimpannya sendiri dan menjadikanmu sahabat. Hingga, sampai pada saat suatu saat nanti, aku akan mengatakannya padamu. Untuk sekarang aku hanya perlu menyebutmu sahabat.”

Ia membaca ulang kata dibalik foto Rafa miliknya. “Sahabat hatiku, Rafa”.

**END**

Run to 2021

Hari pertama ditahun 2021 adalah hari mendung. Langit pagi yang tak cerah membuatku gamang, apakah tahun ini akan berbeda ataukah tahun ini ...