Halaman

Sabtu, 29 November 2014

Kunjungan MP3 ke RADAR MALANG



            Berpayungkan awan mendung, kami sang pujangga pena MP3 BEM FIP UM, sebuah komunitas atau organisasi penulis yang dibina dan dibawahi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang mengacu si kuda bermesin menuju sebuah gedung berlantai tiga yang terletak tidak jauh dari kampus utama universitas kami.
            Sepi, kesan pertama kami setelah sampai di depan gedung biru bertuliskan “RADAR MALANG” tersebut. Hanya ada beberapa orang berseragam biru yang sedang duduk-duduk di bagian kiri gedung. Kak Esti, selaku senior di MP3 menghampiri salah seorang dari mereka yang berbaju biru untuk  mengutarakan niat.
            “Pak, kami dari MP3 ingin mengadakan kunjungan ke Radar Malang”
            “oh, apa sudah mendapat izin mbak?”
            “Sudah Pak, kemarin kami sudah mengirim surat izin. Dan sudah disetujui bahwa kami  akan melaksanakan kunjungan pada hari ini jam 4 sore” tutur Kak Esti
            Tidak lama kemudian, kami dipersilahkan masuk menuju lantai tertinggi gedung itu. Terpesona, gedung mungil untuk ukuran kantor berita ternama itu dihiasi foto-foto indah karya fotografer Radar Malang. Kami hanya terperanga dan mengamati satu persatu gambar sederhana nan indah di samping kanan kiri kami itu.
            Di lantai 3, kami memasuki ruangan, semacam ruang rapat yang elegan dengan beberapa bola lampu dan sebuah proyektor menggantung di bagian atas ruangan itu. Kami disambut oleh Pak Kholid seorang wartawan yang merangkap sebagai redaktur kanjuruhan yang mengasuh rubrik sastra. Beliau bertugas untuk menemani kami dan memenjelaskan informasi-informasi yang kami butuhkan. Acara dimulai oleh Kak Esti dengan memperkenalkan organisasi kami kepada Pak Kholid yang dilanjutkan oleh asal usul sejarah Radar Malang oleh Pak Kholid.
            Radar Malang adalah sebuah surat kabar yang mengabarkan keadaan atau kejadian-kejadian di terjadi di Malang Raya yang biasanya termuat pada halaman belakang koran Jawa Pos. Radar Malang lahir pada tahun 1999 oleh Bapak Dahlan Iskan. Radar Malang mempunyai beberapa partisi-partisi, antara lain Sportivo, The Youth, Total Arema, Around Malang, Cover Story, dan lain-lain. Semua berita yang termuat dalam radar malang sangat up to date, karena berita yang dimuat dikoran tidak boleh membuat pembacanya bergumam “oh wes tau” begitulah tutur Pak Kholid kepada kami.
            Pak Kholid juga menerangkan beberapa informasi mengenai wartawan. Ternyata, wartawan itu hanya membuat berita tertapi tidak berwenang untuk memuat berita. Jadi, jangan sekali-kali bilang ke wartawan “mas kapan berita ini dimuat”. Selain itu, memuat berita itu tidak berbayar. Jangan pernah bertanya pada wartawan “Mas, agar dimuat beritanya harus bayar berapa ya?” don’t do it! Karena itu akan menyinggung perasaan wartawan. Tidak semua orang bisa menjadi wartawan, karena wartawan yang baik itu harus tekun, ulet, tidak malas, tubuhnya sehat. Karena menjadi seorang wartawan, bisa jadi bekerja seharian penuh. Pagi, siang, sore meliput berita dan malamnya menulis berita. Wow! Proses pengerjaannya bisa sampai jam 1 malam lho, bayangkan gak sembarang orangkan bisa seperti itu. Mungkin kita sering begadang, tapi apa kita bekerja seperti mereka? Paling-paling kita bergadang untuk sms-an atau bbm-an.
            Setelah penuturan-penuturan tersebut, sesi tanya-jawab dibuka. Banyak anggota kami yang antusias bertanya, seperti Nita, Mas Wayan, Kak Ina, Epo, Kak Esti dan lain-lain. Banyak informai yang kami dapat dari Radar Malang hari itu.
            Acara penutupan dimulai dengan penyerahan kenang-kenangan untuk Radar Malang kepada redaktur. Pak Kholid membimbing kami ke lantai satu, ke bagian pembuatan berita untuk bertemu pak redaktur. Klik! Kami berfoto bersama pak redaktur. Sebelum pergi, kami di izinkan untuk melihat-lihat bagian-bagian pembuatan berita. Ada bagian Layot, Editing, Grafis, dan lain sebagainya. Saya tertarik pada bagian Grafis, dan mengajukan berbagai pertanyaan.
            “Pak, gambar yang di muat dalam koran kan tidak sama setiap edisinya, apakah bapak menggambar gambar-gambar tersebut setiap hari”
            “oh, iya dek. Bapak menggambar sesuai tema berita yang sedang di bahas.” Sembari menunjukkan artikel yang bakal jadi tema berita esok hari.
            Hal itu, menambah poin kagum pada pribadi saya terhadap orang-orang yang bekerja di koran. Sekitar pukul 17.30 kami meninggalkan koran berita terbaik di kota Malang tersebut. Sedikit berat, karena saya sangat betah di kantor tersebut. Selain orangnya ramah, melihat proses pembuatan tulisan-tulisan yang akan saya baca esok hari rasanya asik dan menyenangkan. See You Radar Malang, semoga kami bisa berkunjung kembali.

Sabtu, 25 Oktober 2014

PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN PROKLAMASI


                Perjuangan telah dimulai sejak proklamasi dilaksanakan tanggal 17 Agustus 1945. Hari-hari berikutnya setelah proklamasi adalah mengisi perangkat-perangkat kenegaraan, seperti penetapan Undang-Undang Dasar Negara, penetapan Presiden dan Wakil Presiden, pembentukan Komite Nasional  Indonesia Pusat (KNIP), pembentukan departemen-departemen yang akan menangani bidang-bidang tertentu, serta penetapan pembagian wilayah Republik Indonesia menjadi 12 Propinsi. Untuk mempertahankan kedaulatan negara, Presiden Soekarno yang telah dipilih oleh PPKI, mengumumkan berdirinya tiga badan lain yaitu Komite Nasional Inonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). BKR ini berfungsi sebagai penjaga keamanan umum di daerah-daerah di bawah koordinasi KNI serta untuk mnjaga keamanan lainnya.
            Namun demikian, sebagai negara yang berdaulat, Republik Indonesia masih dihadapkan pada kenyataan bahwa di wilayahnya masih bercokol tentara Jepng yang telah menyerah kepada tentara Sekutu. Meskipun tentara Jepang ini telah kalah terhadap sekutu, mereka masih bersikap sebagai penguasa di Indonesia. Hal inilah yang kemudian ditentang oleh bangsa Indonesia yang telah memperoleh kedaulatan dan kemerdekaannya. Dengan semangat perlawanan yang masih membara, bangsa Indonesia kemudian mengadakan perlawanan dan perbuatan atau perampasan senjata serta gedung-gedung vital dari tentara Jepang.
            Perlawanan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di Surabaya, tanggal 19 September 1945 terjadi insiden bendera di Hotel Yamato, menyusul perebutan Markas Pertahanan Jawa Timur dan Pangkalan Angkatan Laut yang digunakan Jepang. Di Jogja, pasukan BKR berusaha merebut senjata Jepang tanggal 26 September 1945. Hal yang sama terjadi di Semarang pada bulan Oktober. Begitu juga dengan di luar Jawa. Di Gorontalo, Sumbawa, Aceh dan wilayah-wilayah lainnya, semangat perlawanan terus membara.
            Tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang baru berdiri semakin bertambah sehubungan dengan kedatangan tentara Sekutu di Indonesia. Kedatangan mereka ada kaitannya dengan kedudukan tentara Jepang di Indoensia. Sebenarnya tugas sekutu adalah :
1.      Menerima penyerahan tentara Jepang (Jepang kalah dalam Perang Dunia II setelah kota Hiroshima dan Nagasaki di jatuhi Bom Atom oleh tentara sekutu).
2.      Melucuti senjata tentara Jepang dan mengembalikan mereka ke Jepang.
3.      Membebaskan para tawanan perang pihak Sekutu.
4.      Menjamin keadaan damai untuk kemudian menyerahkan kekuasaan kepada pihak pemerintahan sipil.
AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies) adalahpasukan Sekutu yang dikirim ke Indonesia dengan tugas seperti tersebut di atas. Pemimpinannya bernama Letnan Jendral Sir Philip Chiristisson. Mayoritas anggota pasukannya berasal dari pasukan Inggris ditambah pasukan tentara lainnya yang menjadi anggota Sekutu.
Sesuai dengan watak bangsa Indonesia yang ramah dan  terbuka, pada dasarnya menerima kedatangan mereka dengan syarat yaitu Sekutu bersedia mengakui adanya Republik Indonesia. Dan ternyata pengakuan de facto RI waktu itu telah membuka jalan bagi masuknya mereka ke Indonesia.
      Akan tetapi rakyat Indonesia kemudian menjadi tidak senang dan mengadakan reaksi setelah melihat kenyataan bahwa kedatangan tentara Sekutu ditumpangi tentara Belanda yang tergabung dalam Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang berusaha mengembalikan kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia. Perasaan tidak senang terus berkembang hingga melahirkan kebencian rakyat Indonesia mengetahui bahwa tentara Sekutu mendukung usaha-usaha Belanda tersebut.
Tindakan sekutu membiarkan sepak-terjang orang-orang NICA serta pemaksaan kehendak terhadap bangsa Indonesia dan pengngkaran janji-janji dalam proses pelucutan senjata pasukan Jepang tidak bisa dibiarkan. Rakyat Indonesia menjawabnya dengan perlawanan fisik yaitu perjuangan bersenjata. Beberapa perlawanan tersebut terjadi di berbagai daerah, antara lain :
1.      Pertempuran 10 November
Pertempuran di Surabaya pada dasarnya merupakan penolakan para pemuda Surabaya terhadap pemaksaan kehendak tentara Sekutu. Tentara sekutu menggunakan peristiwa hilangnya Brigadir Jendral Mallaby, salah seorang perwira Inggris, sebagai alasan untuk menyerang Surabaya. Ultimatum yang dikeluarkan oleh Sekutu terhadap penduduk Surabaya, sehubungan dengan pendapat pemimpin tentara Sekutu di Surabaya, bahwa peristiwa Mallaby harus dipertanggungjawabkan oleh penduduk Surabaya. Ultimatum tersebut dijawab oleh para pemuda Surabaya dengan mengangkat senjata. Tindakan tersebut menunjukkan bukti pada kita bahwa bangsa Indonesia adalah bukan bangsa yang mudah digertak. Tepat pada pukul 06.00 pagi tanggal 10 November 1945 kota Surabaya mulai dilanda prahara. Meriam kapal laut, pesawat pembom yang dikerahkan Sekutu mulai membakar Surabaya. Dengan persenjataan seadanya, bahkan bambu runcing pun jadi, mereka berusaha untuk mempertahankan kotanya tercinta. Surabaya menjadi merah, semerah darah para pejuang yang telah berkorban untuk tanah airnya. Kurang lebih selama satu bulan para pemuda Surabaya berhasil mempertahankan kotanya. Tak terhitung berapa jumlah pahlawan yang gugur. Sebagai penghargaan rakyat Indonesia kepada kepahlawanan Arek-arekSurabaya dalam perjuangannya, setiap tanggal 10 November kita peringati sebagai Hari Pahlawan.
2.      Pertempuran Ambarawa
Di Ambarawa Jawa Tengah perlawanan yang sama terjadi. Pada tanggal 20 Oktober 1945 pasukan sekutu mendarat di Semarang. Oleh pemerintah RI mereka diperkenankan untuk menyelesaikan masalah tawanan perang yang berada di Ambarawa dan Magelang. Ternyata mereka disertai oleh orang-orang NICA yang kemudian mempersenjatai para bekas tawanan perang itu. Tanggal 26 Oktober 1945 pecah insiden di Magelang yang kemudian menjadi pertempuran antara TKR dengan pihak Sekutu. Insiden ini dapat diselesaikan berkat kedatangan Presiden Soekarno dan Brigjen Bethell di Magelang tanggal 2 November 1945. Tercapainya kesepakatan bahwa Sekutu tidak akan mengakui kegiatan NICA dalam badan-badan yang ada di bawah kekuasaannya,  dan hanya akan mengutamakan untuk melindungi dan mengurus tawanan perang. Akan tetapi tanggal 20 November 1945 pertempuran terjadi lagi. Hal ini disebabkan Sekutu ingkar janji, mereka menambah pasukannya. Pasukan sekutu melakukan pemboman terhadap kampung-kampung sekitar Ambarawa. Dalam pertempuran tersebut ikut ambil bagian pasukan TKR di bawah komando Mayor Adrongi, Mayor Soeharto, Mayor Sardjono dan badan-badan perjuangan lainnya. Sejak 26 November 1945 pimpinan pertahanan diambil alih oleh Kolonel Soedirman. Pasukan lawan ternyata dapat ditekan dan didesak. Tanggal 11 Desember 1945 Kolonel Soedirman memantapkan rencana mengadakan pukulan terakhir terhadap pihak lawan. Serangan serempak dilakukan tanggal 12 Desember 1945. Kota Ambarawa dikepung selama 4 hari 4 malam. Musuh yang merasa kedudukannya terjepit, berusaha mundur ke Semarang. Pada tanggal 15 Desember 1945 setelah melalui pertempuran yang hebat akhirnya musuh dapat diusir ke Semarang. Kemenangan ini dicapai dengan taktik infantri yang tepat dari pimpinan umum perlawanan, Kolonel Soedirman. Peristiwa ini sampai sekarang diperingati sebagai Hari Infantri.
3.      Pertempuran Medan Area
Tindakan Sekutu yang sama, juga dilakukan di Medan, Sumatra Utara. Setelah mereka mendarat di wilayah ini tanggal 9 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigjen T.E.D Kelly, mereka bersikap sebagai penguasa yang menang perang. Tindakan yang menyinggung perasaan bangsa Indonesia ini kemudian meningkat menjadi insiden di Jalan Bali Medan. Hotel tempat mereka diserang para pemuda. Insiden meluas ke daerah lainnya, seperti Pematang Siantar, Brastagi. Sementara itu tanggal 10 Oktober 1945 di Sumatra Utara terbentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibawah pimpinan Akhmad Tahir.  Badan-badan perjuangan lain pun seperti Pemuda Parkindo, Pemuda RI Sumatra Timur, Hisbullah, Napindo dan lain-lain ikut ambil bagian dalam pertempuran melawan Sekutu. Untuk memperlemah kekuatan RI dan memeberi peluang kepada Belanda mengembalikan kekuasaannya di Indonesia, seperti di daerah lainnya, Sekutu minta agar para pejuang menyerahkan senjatanya. Akibatnya pecahlah pertempuran yang sangat diinginkan oleh Belanda yang merasa memiliki pelindung, Inggris. Korban berjatuhan. Tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area, di beberapa tempat, sehingga sejak saat itu istilah Medan Area menjadi terkenal. Tanggal 10 Desember 1945, pasukan Inggris menyerang di Trepes yang berhasil digagalkan. Perlawanan terus memuncak. Pada bulan April 1946 Inggris berhasil mendesak kedudukan Pemerintahan RI di Medan, sehingga pusat pemerintahan dan markas TKR dipindahkan ke Pematang Siantar. Meskipun demikian perlawanan rakyat terus berkobar, terlebih-lebih setelah laskar rakyat dan TKR digabungkan dalam Tentara Republik Indonesia (TRI) sejak 25 Januari 1946. Selanjutnya perjuangan di Medan Area ini di koordinasi oleh Komando Resimen Medan Area dibawah komando Mohamad Jacob Lubis dengan Komandan-komandan Kompi A. Manaf Lubis, Djamin Lubis, Djumbang dan Buyung Ismail.
4.      Bandung Lautan Api
Sekutu memasuki Bandung melalui Jakarta pada tanggal 12 Oktober 1945. Sementara itu di Bandung telah dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan laskar-laskar perjuangan. Pada saat itu terjadi beberapa insiden yang berkenaan dengan keberhasilan para pemuda melakukan penyerangan dan perebutan senjata dari tentara Jepang. Dalam suasana yang panas tersebut datanglah pasukan Sekutu dengan kereta api dari Jakarta. Kedatangan mereka ternyata tidak meredakan suasana, bahkan meningkatkan ketegangan. Hal ini disebabkan Sekutu menggunakan tentara Jepang untuk membuat kekacauan. Pada 23 November 1945 terjadi peristiwa mengejutkan yaitu sekelompok Pasukan Gurkha menyebrang ke pihak kita. Peristiwa tersebut disusul dengan keluarnya ultimatum dari pimpina tentara Sekutu di Bandung tanggal 27 November 1945. Ultimatum tersebut pada pokoknya berisi :  “Orang-orang Indonesia yang bertempat tinggal di Bandung Utara, dengan menggunakan batas rel kereta api yang membujur dari barat ke timur, harus meninggalkan rumah mereka dan pindah ke Bandung Selatan”. Penduduk dengan berat hati menuruti seruan tersebut. Tetapi tidak demikian halnya dengan para pejuang. Para pejuang membentuk daerah-daerah kantong  gerilya di Bandung Utara yang telah ditinggalkan penduduknya.  Melalui daerah-daerah kantong tersebut mereka melakukan serangan dan menjaga kemungkinan jika Sekutu melakukan kecurangan. Pada tanggal 20 Maret 1946 tentara Sekutu melancarkan serangan di daerah Selatan (Tegallega). Ini berarti pelanggaran secara terang-terangan. Tentara Sekutu mendapat bantuan dari Jakarta. Dengan bantuan penduduk, para pejuang  dengan gigih berhasil mendesak pasukan Sekutu.  Menghadapi perjuangan perlawanan rakyat , tentara Sekutu meminta bantuan pemerintah pusat. Hasilnya adalah dikeluarkannya sebuah Maklumat dari Perdana Menteri RI, yaitu : “Daerah Bandung harus dikosongkan, demi kepentingan keberhasilan diplomasi yang tengah dilakukan Pemerintah Pusat”. Tanggal 24 Maret 1946, jam 22.00 adalah batas akhir untuk mengosongkan kota Bandung sampai sejauh 11 km. Para pejuang dan rakyat walau dengan berat hati menaati perintah tersebut. Namun para pejuang sebelum meninggalkan tempat mereka terlebih dahulu membakar kota Bandung, agar tentara sekutu tidak memperoleh sesuatu dari daerah yang ditinggalkan. Bandung menjadi panas. Bandung terbakar, dengan lautan api, seperti apa yang dilukiskan dalam lagu Halo-halo Bandung.
            Setelah melihat kenyataan bahwa pasukan sekutu banyak terlibat dalam pertempuran dan banyak mengalami kekalahan, mendorong pimpinan mereka untuk menarik tentaranya dari Indonesia. Sikap pemimpin Sekutu untuk menarik pasukannya dan menganjurkan perundingan kepada RI dan Belanda sebenarnya merupakan tindakan berat sebelah. Karena Sekutu meninggalkan semua peralatan militernya yang kemudian dipergunakan untuk melengkapi tentara Belanda dengan pralatan militer tersebut, dalam rangka mencapai tujuannya, menanamkan kekuasaan kolonialnya kembali di Indonesia.
            Akibat sikap Sekutu yang demikian, bangsa Indonesia disamping harus melakukan perundingan juga harus bertempur mempertahankan diri dari serangan tentara Belanda, seperti terjadi pada perkembangan sejarah perjuangan bangsa Indonesia kemudian. Usaha perundingan dimulai pada bulan Februari 1946. Dalam perundingan tersebut pemerintah Belanda sebelumnya menyatakan sikap politiknya, yang pada pokoknya berisi :
a.       Indonesia akan dijadikan negara persemakmuran (Commenwealth) berbentuk federal yang memiliki pemerintahan sendiri dalam lingkungan kerajaan Belanda.
b.      Masalah dalam negeri  diurus oleh Indonesia sedangkan urusan luar negeri oleh Belanda.
c.       Sebelum dibentuk persemakmuran akan dibentuk pemerintahan peralihan selama 10 tahun.
d.      Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB.
Pendirian politik Belanda tersebut dijawab oleh wakil-wakil RI tanggal 12 Maret 1946, yang berisi pernyataan politik sebagai berikut :
a.       RI harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas bekas Hindia Belanda
b.      Pinjaman-pinjaman Belanda sebelum 8 Maret 1942 menjadi tanggung jawab pemerintah RI
c.       Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu, dan mengenai urusan luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang terdiri atas orang-orang Indonesia dan Belanda.
d.      Tentara Belanda harus segera ditarik dari Indonesia
e.       Pemerintah Belanda harus membantu pemerintah RI untuk dapat diterima sebagai anggota PBB.
f.       Selama perundingan berlangsung semua aksi militer Belanda harus dihentikan dan pihak RI akan melakukan pengawasan terhadap pengungsian tawanan-tawanan Belanda.
Walaupun Pemerintah RI telah banyak memberikan konsesi-konsesi yang bagi rakyat Indonesia sulit untuk diterima, Pemerintah Belanda menolak usul balasantersebut.
Selanjutnya melalui perantaraan Duta Inggris Sir Archibald Clark Kerr, Pemerintahan RI di bawah Perdana Menteri Sutan Syahrir mengajukan usul baru sebagai berikut :
a.       Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto RI atas Jawa dan Sumatra
b.      Supaya RI dan Belanda bekerjasama membentuk RIS
c.       RIS bersama-sama dengan Netherland, Suriname dan Curaco, menjadi peserta dalam suatu ikatan kenegaraan dengan Belanda.
Perundingan selanjutnya dilakukan di Hooge Veluwe, Belanda, pada tanggal 14-25 April 1946. Akan tetapi perundingan ini mengalami kegagalan karena Belanda tetap keras kepala dengan hanya mengakui RI de fakto atas Jawa dan Madura. Sementara perundingan berlangsung, pihak Belanda menggunakan setiap kesempatan untuk mengganggu dan menekan pihak RI baik secara politik maupun militer. Tekanan politis antara lain dengan menyelenggarakan Konferensi Malino yang bertujuan untuk mendirikan negara-negara di daerah-daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia. Konferensi berlangsung pada tanggal 15-25 Juli 1946. Kofernsi ini bertujuan untuk merongrong Pemerintah RI melalui pembentukan negara-negara boneka ciptaannya tesebut.
Pada tanggal 1 Oktober 1946, Belanda menyelenggarakan konferensi lain di Pangkalpinang, yakni Konferensi Pangkalpinang. Tujuannya tidak jauh berbeda dengan Konferensi Malino, menghancurkan Pemerintah RI dari dalam.
Atas usaha Lord Killearn, utusan Inggris yang baru, RI dan Belanda mengadakan perundingan kembali mulai tanggal 10 November 1946 di Linggarjati. Wakil-wakil RI dipimpin oleh Sultan Syahrir sementara wakil Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn. Hasil perundingan tersebut adalah :
·         Pengakuan Belanda secara de fakto Pemerintah Republik Indonesia atas Jawa, Madura dan Sumatera.
·         Pemerintah RI dan Belanda bersaa-sama membentuk Negara Federasi yang bernama Indonesia Serikat.
·         Negara Indonesia Serikat bekerjasama dengan kerajaan Belanda dalam persekutuan (Uni)nyang diketuai Ratu Belanda.
Hasil perundingan Linggarjati sungguh-sungguh mengecewakan rakyat Indonesia. Tuntutan dipertahankannya kedaulatan Republik Indonesia 100% tidak tercapai. Oleh karena itu timbul suara-suara yang tidak setuju terhadap isi perjanjian tersebut. Sementara golongan yang mendukung berusaha agar hasil persetujuan tersebut mendapat pengesahan dari parlemen atau KNIP. Akhirnya pada tanggal 25  Maret 1947, hasil persetujuan Linggarjati ditandatangani oleh kedua belah pihak (Wakil RI dan Belanda) di Istana Gambir (Istana Merdeka) Jakarta pada jam 17.30.
Pada tanggal 17 Mei 1947 terjadi sesuatu yang tidak terduga oleh pihak RI. Belanda mengeluarkan ultimatum melalui Komisi Jendral, bahwa Pemerintah RI harus tunduk pada interpretasi Belanda mengenai penafsiran Naskah Linggarjati. Di antaranya, Belanda tetap berkedudukan seperti pemegang kekuasaan dan kedaulatan de jure sehingga berhak pemerintah Republik Indonesia Serikat. RI hanya boleh menempatkan diri sebagai pembantu dalam pembentukan itu.
Pihak RI menentang ususlan yang bersifat ultimatum tersebut, karena menurut penafsiran pihak Indonesia, dalam suatu kerjasama, Indonesia memiliki kedudukan yang sederajat dan sama, sehingga Republik Indonesia Serikat harus dibentuk bersama antara RI dan Belanda. Akan tetapi Belanda tetap bertahan mempertahankan tuntutannya. Menghadapi tuntutan  Belanda, nampaknya perdana mentri Sultan Syahrir tidak tegas. Tanggal 26 Juni 1947, dia mengadakan pidato melalui radio yang intinya menerima tuntutan tersebut. Tindakan ini menyebabkan Kabinet Sultan Syahrir jatuh oleh kelompoknya sendiri.
Pada tanggal 3 Juli 1947, Mr. Amir Syaifuddin berhasil menyusun sebuah kabinet baru. Dia sendiri kemudian menjadi Perdana Menteri. Untuk menjajagi pendirian kabinet yang baru ini, pihak Belanda mengajukan suatu usul untuk membentuk suatu badan kepolisian yang bernama Gendarmerie yang dipersenjatai. Usul tersebut ditolak. Kita tahu bahwa ada niat tidak baik di dalamnya. Niat tidak baik tersebut dapat kita lihat dari kejadian yang mengejutkan pada tanggal 21 Juli 1947. Dengan tindakan sewenang-wenang, Belanda mengadakan serangan kewilayah RI dari segala arah dengan menggunakan persenjataan modern serta pasukan tambahan yang baru.
Menghadapi serangan pengecut tersebut (dikenal dengan Agresi Militer I)pemerintah RI sama sekali tidak memiliki persiapan, sehingga pasukan RI tidak mampu mencegah gerakan militer Belanda ke arah yang lebih jauh. Dalam situasi yang menegangkan tersebut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengulurkan tangannya untuk mencegah perang yang lebih besar. Agresi Militer Belanda ini menimbulkan reaksi hebat  di dunia Internasional. Suara simpati berdatangan untuk RI. Kemudian masalah tersebut diajukan ke Dewan Keamanan PBB oleh India dan Amerika Serikat. Sebagai hasilnya ialah tanggal 1 Agustus 1947 DK PBB memerintahkan gencatan senjata yang berlaku mulai tanggal 4 Agustus 1947.
Kemudian atas usul Amerika Serikat pada Dewan Keamanan PBB adar kedua belah pihak yang bersengketa menunjuk masing-masing satu negara akan berperan sebagai perantara dalam pertikaian kedua belah pihak. Usul tersebut diterima. RI memilih Australia. Belanda memilih Belgia. Sedangkan keduanya memilih Amerika Serikat sebagai negara ketiga. Kelompok tersebut dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN).
Pada tanggal 27 Oktober 1947 delegasi KTN tiba di Jakarta. Australia diwakili oleh Richard Kirby, Belgia oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat oleh Dr. Frank Graham. Pihak KTN berusaha untuk mendengarkan kedua belah pihak. Tempat perundingan diputuskan akan dilaksanakan di tempat netral yaitu di atas kapal perang Amerika Serikat Renville.
Perundinga Renville belangsung pada taanggal 8 Desember 1947. Utusan pihak RI adalah Amir Syaifuddin, Ali Sastroamidjodjo, H.A. Salim, J. Leimena, Latuharhary, T.B. Simantupang. Delegasi Belanda dipimpin oleh Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang boneka belanda yang dikendalikan oleh Vredenburg. Pada tanggal 17 Januari 1948 dicapai suatu hasil yang ternyata memberatkan pihak RI. Secara singkat hasil perundingan Renville adalah sebagai berikut :
·         Persetujuan gencatan senjata
·         Pembentukan Uni Indonesia-Belanda dalam bentuk negara serikat yang merdeka
·         Kedaulatan atas Indonesia berada ditangan Belanda sampai kedaulatan tersebut dialihkan kepada negara Indonesia Serikat, dimana RI merupakan bagiannya.
·         Pengalihan kedaulatan di bawah pengawasan PBB
·         Akan diadakan plebisit yang berkenaan dengan pembentukan Negara Indonesia Serikat.
Isi perjanjian Renville pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan isi persetujuan Linggarjati, wilayah RI secar de facto diakui hanya Jawa, Madura, dan Sumatera. Hasil perjanjian ini menimbulkan kemarahan rakyat yang menyebabkan pembubaran kabinet Amir Syaifuddin dan sebagai gantinya diangkat Drs. Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri.
Sementara itu Amir Syaifuddin berbalik menjadi pemimpin oposisi terhadap kabinet Hatta. Ia menyusun kekuatan di dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang mempersatukan golongan kiri dan komunis. FDR berusaha untuk memancing bentrokan fisik terhadap lawan-lawan politiknya temasuk kabinet Hatta, dengan  dibantu oleh Muso, seorang tokoh partai komunis indonesia (PKI) yang telah lama bermukim di Uni Soviet.
Kabinet Hatta sekalipun mendapat serangan dari kaum komunis, tetap menjalankan programnya, yaitu rasionalisasi angkatan perang. Namun demikian, tindakan Hatta ditentang oleh kaum komunis, karena menimpa sebagian besar dari pasukan-pasukannya . pertentangan politik ini berubah menjadi genjatan senjata di Solo. Insiden tersebut memang di rencanakan PKI yang ingin menjadikan Solo sebagai daerah kacau, sedangkan daerah Madiun dijadikan basis gerilya.
Setelah terjadi beberapa insiden di Solo, pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh tokoh-tokoh PKI diumumkan berdirinya Republik Soviet Indonesia. Tindakan ini bertujuan untuk meruntuhkan RI hasil  proklamasi 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan sebuah negara komunis. PKI kemudian menguasai seluruh keresidenan Madiun dan beberapa Keresidenan Pati. Pejabat-pejabat pemerintah, para alim ulama, perwira-perwira TNI dan pemimpin partai, dan golongan lainnya yang mereka anggap musuh, mereka bunuh secara besar-besaran. Kekejaman inilah yang membangkitkan kemarahan rakyat, sehingga mereka tidak memperoleh dukungan dari rakyat.
            Untuk memadamkan pemberontakan PKI Madiun, pemerintah RI bertindak tegas. Presiden Soekarno dalam satu pidato mengajak rakyat untuk menentukan sikap memilih Soekarno-Hatta atau memilih PKI-Muso. Kemudian Presiden Soekarno memusatkan seluruh kekuasaan negara dalam tangannya, dan panglima besar Jendral Sudirman memerintahkan kepala Kolonel Gatot Subroto, panglima Divisi II Jateng bagian timur, dan kolonel Sungkono, panglima Divisi I Jatim, yang telah diangkat menjadi Gubernur militer di daerah masing-masing untuk mengerahkan kekuatan TNI dan Polisi Guna mematahkan kekuasaan pemberontak. Untuk menumpas pemberontakan tersebut, pemerintah melakukan gerakan operasi militer. Dengan dukungan rakyat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil kembali ke TNI.
Setelah kesulitan menghadapi PKI , pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan Agresi militernya yang kedua.  Mereka bermaksud merebuv ibu kota RI yaitu kota Yogyakarta. Melalui lapangan terbang Maguo (sekarang Adisucipto), tentara Belanda menurunkan pasukannya. Tanpa perlawanan yang berarti dari pasukan RI tentara RI dalam waktu singkat mereka dapat merebut Yogya.  Presiden Soekarno dan Wapres Hatta serta Kepala Staf Angkatan Udara dan tokoh-tokoh lain ditawan Belanda. Setelah dibawa ke Jakarta, selanjutnya mereka diasingkan ke Prapat Sumatera Utara dan sebagian dari mereka kemudian dipindahkan ke Pulau Bangka. Akan tetapi kelangsungan Pemerintah RI dapat dipertahankan karena sebelum pihak Belanda sampai ke istana Presiden, presiden Soekarno masih sempat mengirim radiogram berisi mandat kepada para menteri kemakmuran Syaifuddin Prawiranegara yang berada di Sumatra untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Menghadapi serangan yang tiba-tiba, TNI mengalami kesulitan dan mengundurkan diri keluar ibukota Yogyakarta untuk melakukan perang gerilya menghadapi pasukan Belanda. Setelah TNI berhasil menata kembali kekuatannya, dengan menggunakan taktik gerilya mulai merepotkan Belanda. Kekuatan Belanda semakin menurun, kemudian TNI mulai mengadakan serangan terhadap kota-kota yang didudukinya. Serangan umum tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogya yang dipimpin oleh Letkol Soeharto berhasil menduduki Yogya selama 6 jam. Keberhasilan ini telah membuktikan kepada dunia Internasional bahwa TNI dan Pemerintah RI masih tetap ada.
Dukungan terhadap perjuangan rakyat Indonesia mengalir dimana-mana. Sebaliknya kecaman terhadap Belanda semakin keras. Asia yang diorganisasi oleh India mengadakan Konferensi Asia di New Delhi untuk membicaraka situasi di Indonesia. Konferensi ini berhasil mengajukan memorandum kepada Dewan Keamanan PBB. Di antara usul yang disampaikannya adalah : Pemimpin-pemimpin RI harus dibebaskan, Belanda harus segera menarik pasukannya dari Yogya dan daerah-daerah lain di Jawa, Madura dan Sumatera; blokade ekonomi terhadap wilayah RI harus dicabut, kekuasaan atas seluruh wilayah RI harus segera dipulihkan pada tanggal 1 Januari 1950.
Dewan Keamanan PBB yang menerima memorandum dari hasil Konferensi Asia, pada tanggal 28 Januari 1949 menyerukan dihentikannya aksi militer Belanda, dan Belanda harus mengembalikan para pemimpin RI yang ditawan ke Yogya. Amerika Serikat juga mendukung hasil resolusi DK PBB dan mengecam tindakan agresi militer Belanda. Sebagai hasil dari resolusi DK-PBB, KTN telah diubah menjadi sebuah komisi PBB untuk Indonesia atau United Nations Commission for Indonesia (UNCI) dengan wewenang yang lebih luas dari KTN.
Tugas UNCI adalah mempertemukan kedua belah pihak, RI dan Belanda dalam meja perundingan di bawah pengawasannya. Atas prakarsanya tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan antara kedua belah pihak di Jakarta di bawah pengawasan Marle Cochran. Delegasi RI dipimpin oleh Mohammad Roem dengan anggotanya dan Delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. Van Royen dengan anggora-anggotanya Mr.N.S Blom, Mr. A. Jacob, Dr. J.J. van der Velde. Perundingan kedua belah pihak ini terkenal dengan sebutan Perundinga Roem-Royen.
Dalam perundingan tersebut delegasi RI menegaskan bahwa perundingan kedua belah pihak harus di dahului oleh pengembalian Pemerintah RI ke Yogyakarta. Perbedaan paham kedua belah pihak memperlamban jalannya perundingan. Akan tetapi pada 17 Mei 1949 tercapai kesepakatan. Masing-masing pihak mengeluarkan pernyataan politik atas nama pemerintahannya masing-masing.
Mr. Mohammad Roem menegaskan jaminan pemerintahannya untuk :
a.       Mengeluarkan perintah kepada pengikut RI yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya.
b.      Bekerjasama untuk memulihkan dan mempertahankan ketertiban dan keamanan.
c.       Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag yang bertujuan untuk mencapai penyerahan kedaulatan yang lengkap dan tidak bersyarat kepada negara RIS.
Kemudian Dr. Van Royen menegaskan pendirian pemerintahannya, yaitu :
a.       Mengembalikan pemerintah RI ke Yogyakarta. Untuk itu dibentuk panitia bersama dibawah naungan UNCI.
b.      Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa menjalankan fungsi-fungsi di daerah Karesidenan Yogyakarta.
c.       Pemerintah Belanda membebaskan tak bersyarat pemimpin-pemimpin RI serta tahanan politik yang ditahan sejak tanggal 19 Desember 1948, serta akan menghentikan semua operasi militernya.
d.      Pemerintah Belanda menyetujui Pemerintah RI sebagian dari Republik Indonesia Serikat.
e.       KMB di Deen Hag akan diadakan secepatnya sesudah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
Dengan disepakatinya prinsip-prinsip Roem-Royen tersebut, Pemerintah Darurat RI di Sumatra memerintahkan kepada Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan RI di Yogya dari pihak Belanda.
Melalui perundingan segitiga antara pihak RI, BFO (negara-negara bagian) dan Belanda pada tanggal 22 Juni 1949 dibawah pengawasan Komisi PBB, dihasilkan tiga keputusan, yaitu pengembalian Pemerintah RI ke Yogya akan dilaksanakan 1 Juli 1949, penghentian perang gerilya dan operasi militer Belanda, serta penetapan KMB di Deen Hag.
Hasil-hasil KMB yang berlangsung di Deen Hag dari tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949, berhasil diterima KNIP dan di ratifikasi pada tanggal 6 Desember 1949. Pada tanggal 15 Desember 1949 Ir. Soekarno dipilih sebagai Presiden RIS sedangkan Drs. Mohammad Hatta diangkat sebagai Perdana Menteri RIS tanggal 20 Desember 1949. Pada tanggal 23 Desember 1949 Mohammad Hatta berangkat ke Negeri Belanda untuk menandatangani akte “penyerahan” kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada RIS. Selanjutnya upacara pengakuan itu berlangsung pada tanggal 27 Desember 1949. Dengan demikian, secara formal Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia secara penuh atas seluruh bekas wilayah Hindia Belanda, kecuali Irian Barat yang akan dikembalikan satu tahun kemudian.
Dengan disetujuinya hasil-hasil KMB maka terbentuklah Negara Republik Indonesia Serikat yang terdiri dari 16 Negara Bagian, diantaranya adalah negara Sumatra Timur, Sumatra Selatan, Negara Pasundan, Negara RI, Negara Indonesia Timur dan lain-lain.
Namun demikian pembentukan negara RIS tidak memiliki dasar yang kuat karena tidak mendapatkan dukungan rakyat banyak. Anggota kabinet yang dibentuk setelah adanya pengakuan terhadap RIS pada umumnya adalah golongan republiken yang menghendaki agar Indonesia tidak berbentuk negra serikat tetapi negara kesatuan. Karena itulah gerakan rakyat di negara-negara bagian yang menuntut kembali ke negara kesatuan semakin kuat.
Kesepakatan antara RIS dan RI (sebagai negara bagian RIS) untuk membentuk megara kesatuaan tercapai pada 19 Mei 1950. Realisasi pembentukan negara kesatuan terlaksana setelah ditandatangani Piagam Persetujuan antara Pemerintah RIS dengan Pemerintah RI. Kedua belah pihak sepakat bahwa dalam waktu singkat secara bersama-sama akan melaksanakan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai penjelmaan dari RI berdasrkan proklamasi 17 Agustus 1945. Selama dua bulan panitian gabungan RIS-RI bertugas merancang UUD Negara Kesatuan dan menyelesaikan tugasnya pada tanggal 20 Juli 1950. Kemudian setelah dibahas di DPR masing-masing negara bagian, rancangan UUD NKRI diterima, baik oleh senat dan parlemen RIS maupun KNIP. Pada tanggal 15 Agustus 1950 Presiden Soekarno menandatangani rancangan UUD tersebut yang kemudian dikenal dengan nama UUDS 1950. Pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS berubah menjadi NKRI. Berakhirlah zaman federasi. Indonesia kembali ke dalam bentuk kesatuan, sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Run to 2021

Hari pertama ditahun 2021 adalah hari mendung. Langit pagi yang tak cerah membuatku gamang, apakah tahun ini akan berbeda ataukah tahun ini ...